top of page

200 Pulau Kecil di Indonesia Diperjualbelikan dan Rusak Akibat Tambang



KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Hingga tahun 2023, lebih dari 200 pulau di Indonesia telah diprivatisasi dan diperjualbelikan. Aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil juga menjadi masalah serius.


Hal ini terungkap dalam diskusi publik "Masa Depan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menghadapi Ancaman Industri Ekstraktif" yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Politik, Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora (OR IPSH), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Rabu (10/7).


Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Athiqah Nur Alami, menyampaikan bahwa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil menghadapi berbagai masalah, termasuk dari industri tambang dan pariwisata. Ia menjelaskan bahwa Indonesia, sebagai negara kepulauan yang kaya dengan keanekaragaman hayati, kini menghadapi ancaman terhadap kelestarian ekosistemnya. Beberapa pulau kecil bahkan mulai lenyap dan tenggelam, menunjukkan kerentanan tidak hanya secara ekologis, tetapi juga sosial, ekonomi, dan budaya, yang disebabkan oleh perubahan iklim dan aktivitas industri ekstraktif.


Menurut Athiqah, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia berperan vital dalam ekosistem, budaya, dan ekonomi lokal, namun kini menghadapi tantangan besar dari industri ekstraktif seperti pertambangan, eksplorasi minyak dan gas, serta penangkapan ikan besar-besaran. Dampak negatif dari aktivitas ini tidak hanya mengancam keberlanjutan ekosistem, tetapi juga kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam.


Ia menambahkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan hilirisasi dan masifnya kegiatan pertambangan serta perluasan industri ekstraktif telah diamati. Aktivitas ini berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem di pesisir dan pulau kecil, seperti proyek hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan pertambangan bijih besi serta emas di Sulawesi Utara. Proyek-proyek ini berdampak pada lingkungan dan sosial ekonomi, termasuk pada kesehatan masyarakat seperti penyakit ISPA di daerah sekitar tambang.


"Berdasarkan catatan WALHI, dampak lingkungannya jelas terlihat dengan adanya pencemaran logam berat di sungai-sungai sekitar pabrik di wilayah tersebut. Khususnya di pertambangan nikel yang menyebabkan pencemaran air, udara, kerusakan hutan, dan penggusuran lahan petani akibat ekspansi tambang nikel," ujar Athiqah.


Selain itu, privatisasi wilayah pesisir juga menjadi masalah penting. Berdasarkan data dari sejumlah NGO, hingga tahun 2023, lebih dari 200 pulau di Indonesia telah diprivatisasi dan diperjualbelikan, terutama di DKI Jakarta dan Maluku Utara.


Dari berbagai aktivitas pertambangan dan industri ekstraktif ini, masyarakat setempat yang paling terdampak. Ruang hidup mereka terampas, akses ke perairan untuk melaut semakin terbatas, dan mereka semakin terpinggirkan oleh kekuatan oligarki dan korporat. -red



Photo by ahmad syahrir

Comments


bottom of page