top of page

BRI Tutup Ratusan ATM dan Fokus Tingkatkan Transaksi Digital


KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Perkembangan teknologi turut mempengaruhi sektor perbankan, yang terlihat dari berkurangnya operasional ATM. Dalam laporan Surveilans Perbankan Indonesia yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), disebutkan bahwa jaringan kantor bank umum konvensional di seluruh Indonesia tersisa 115.539 unit pada triwulan IV-2023, berkurang 4.676 unit.


Jaringan kantor terbanyak masih didominasi oleh terminal perbankan elektronik (ATM/CDM/CRM) sebanyak 91.412 unit, yang turun 1.417 unit dari setahun sebelumnya.


Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi, mengungkapkan bahwa pada akhir tahun 2017, BRI masih memiliki 24.684 mesin ATM. Namun, pada akhir Kuartal I 2024, jumlah mesin ATM BRI menurun menjadi 12.252 mesin, atau berkurang sekitar 50%.


Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah AgenBRILink yang dimiliki oleh BRI. Pada akhir 2017, BRI memiliki 279 ribu agen, sedangkan pada akhir Kuartal I 2024 jumlah agen BRI telah mencapai 796 ribu, hampir tiga kali lipat dalam waktu kurang dari tujuh tahun.


Agustya juga menjelaskan bahwa berkurangnya jumlah ATM BRI seiring dengan perubahan kebiasaan masyarakat yang beralih dari transaksi konvensional ke transaksi digital.


Hal ini tercermin dari peningkatan signifikan penggunaan aplikasi BRImo, yang pada akhir Kuartal I 2024 memiliki sekitar 33,5 juta pengguna. Dalam tiga bulan pertama tahun 2024, BRImo berhasil memproses 969 juta transaksi finansial dengan volume transaksi mencapai Rp1.251 triliun, tumbuh 41,8% secara tahunan.


Ke depan, BRI akan terus mengembangkan bisnisnya dengan mengikuti tren digitalisasi dan pola transaksi nasabah serta masyarakat Indonesia.


Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran, Arianto Muditomo, mengatakan bahwa penurunan jumlah jaringan kantor bank, khususnya ATM, juga terjadi di negara lain. Fenomena ini disebabkan oleh pergeseran transaksi ke layanan digital seperti mobile banking dan aplikasi yang mudah diakses.


Selain itu, biaya investasi dan perawatan mesin ATM yang tinggi juga menjadi faktor. Dari sudut pandang nasabah, terdapat kebiasaan baru menggunakan mobile banking dan aplikasi untuk transaksi keuangan.


Arianto menekankan bahwa meskipun jumlah ATM berkurang, layanan ini masih penting bagi banyak nasabah, terutama di daerah yang belum memiliki akses internet memadai. Oleh karena itu, bank perlu terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan nasabah, serta tetap menyediakan layanan ATM yang aman dan mudah diakses di era digital ini.


Arianto menyimpulkan bahwa pada akhirnya akan ditemukan keseimbangan baru antara pengguna layanan digital, ATM, dan gerai cabang fisik. -red



댓글


bottom of page