top of page

Bye-Bye Uang Tunai! 63% Orang Indonesia Lebih Pilih Transaksi Digital


KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Dengan berkembangnya era digital, masyarakat nontunai di Indonesia tumbuh semakin cepat. Mereka lebih memilih transaksi digital daripada menggunakan uang tunai sebagai metode pembayaran.


Transaksi digital tidak hanya dilakukan dengan kartu debit atau kredit, tetapi juga melalui e-wallet, QR code, dan perangkat lain yang terhubung dengan internet. Model transaksi ini berkembang pesat, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bali, di mana banyak toko dan restoran sudah tidak menerima pembayaran tunai lagi.


Menurut studi Visa Consumer Payment Attitudes, 63% konsumen Indonesia sekarang membawa lebih sedikit uang tunai. Selain itu, laporan Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada yang mengutip Visa juga menunjukkan bahwa 65% masyarakat merasa transaksi nontunai lebih mudah, 55% menilai tidak ribet, dan 51% mengatakan pembayaran nontunai diterima di mana saja.


Studi Visa menyebutkan bahwa Covid-19 dapat mempercepat terciptanya masyarakat non-tunai di Indonesia pada tahun 2026, empat tahun lebih awal dari perkiraan sebelumnya pada tahun 2030.


Ketika Bank Indonesia (BI) pertama kali meluncurkan quick response Indonesian standard (QRIS) pada 17 Agustus 2019, masyarakat belum terlalu familiar dengan teknologi QR code. Namun, pandemi Covid-19 membawa berkah karena kebijakan menjaga jarak aman membuat QRIS menjadi lebih efektif. Masyarakat tidak perlu menggunakan uang tunai, cukup tempelkan gadget ke tanda QRIS, sehingga penularan virus melalui barang bisa diminimalkan.


BI mencatat bahwa transaksi QRIS pada April 2024 tumbuh 175,44% secara tahunan (year on year/yoy). Jumlah pengguna mencapai 48,12 juta dan jumlah merchant mencapai 31,61 juta, sebagian besar adalah merchant UMKM. Selain itu, nilai transaksi uang elektronik meningkat 41,70 persen (yoy) menjadi Rp253,39 triliun pada April 2024.


Dengan meningkatnya penggunaan QRIS, banyak kafe, restoran, dan toko ritel yang menerapkan kebijakan wajib nontunai. Beberapa merchant yang menerapkan kebijakan ini termasuk Rejuve, Titik Temu Jenggala, Shilin, Ismaya Group, Donut & Drinks, Nagara Coffee, dan Animo Bakery, yang umumnya berlokasi di Jakarta.


Imo Effendi, seorang makeup artist, mendukung gerakan cashless di Indonesia. Namun, ia mengaku masih konvensional karena tiap minggu ia harus mengambil uang tunai di ATM untuk keperluan di pasar tradisional yang belum menggunakan sistem QRIS.


Menurut Imo, pembayaran nontunai lebih banyak diterapkan di restoran atau pusat perbelanjaan menengah atas. "Saya pro cashless tapi masih ada sisi konvensional tiap minggu masih ambil uang cash, masih banyak pedagang kaki lima di pasar yang belum pakai QRIS," katanya.


Imo juga menceritakan pengalamannya ketika berbelanja di mall, di mana ia sering diminta membayar nontunai. Hal ini tidak mengganggunya karena sudah menjadi kebiasaan di mall high end.


Namun, pengalaman berbeda dialami oleh ayahnya yang berjualan buah. Banyak pelanggan ayahnya adalah kaum menengah atas yang lebih suka transaksi nontunai, tetapi ayahnya tidak familiar dengan sistem QRIS, sehingga sering menggunakan metode transfer antar bank yang dikenakan biaya tambahan.


"Saya sering ingatin, nanti pelanggannya kabur lho, tapi dia sendiri tidak mengerti. Orang tua mau dipaksa apapun mereka tidak mengerti," ujarnya. -red




Comments


bottom of page