KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Dohong atau Duhung, senjata khas Suku Dayak Kalimantan Tengah, terbukti sebagai senjata tertua sebelum Mandau muncul. Menurut Haryanto dalam bukunya, "Musik Suku Dayak (Sebuah Catatan Perjalanan di Pedalaman Kalimantan)" (2015), Dohong diakui sebagai senjata tradisional yang memiliki nilai pusaka tinggi dalam kepercayaan masyarakat suku Dayak.
Dohong dianggap memiliki usia lebih tua dibanding Mandau dan dihargai sebagai benda pusaka penting bagi suku Dayak Kalimantan Tengah. Meskipun kurang populer dibanding Mandau, Dohong memiliki bentuk sederhana dan terbuat dari berbagai bahan berkualitas, seperti biji besi mentikei.
Dalam kepercayaan masyarakat Dayak, Dohong diyakini tercipta di alam atas, kayangan, sebelum manusia ada di dunia. Legenda menyebutkan bahwa hanya tiga orang, yaitu Raja Sangen, Raja Sangiang, dan Raja Bunu, yang awalnya memiliki Duhung. Raja Bunu, yang dianggap manusia yang bernyawa dan bisa mati, memiliki Duhung jenis sanaman leteng yang terbuat dari besi yang tidak bisa mengapung.
Awalnya, Dohong sering digunakan untuk berburu dan bercocok tanam, namun seiring waktu, senjata ini bertransformasi menjadi benda pusaka dan pajangan. Meski Duhung memiliki kemiripan dengan tombak, kegunaannya saat ini telah berubah. Panjangnya sekitar 50-75 sentimeter, dan biasanya diselipkan di bagian depan pinggang.
Dalam era modern, Dohong tidak lagi berfungsi sebagai senjata, melainkan sebagai benda pusaka yang dipajang atau disimpan oleh masyarakat Dayak. Pendekatan ini menunjukkan nilai historis dan kebudayaan yang dihargai oleh suku Dayak terhadap warisan nenek moyang mereka.
Senjata tradisional suku Dayak dan bagaimana nilainya telah berkembang dari fungsi awalnya sebagai alat berburu dan bercocok tanam menjadi benda pusaka yang dihargai dan dipelihara oleh masyarakat. Selain itu, kisah tentang Duhung mencerminkan kedalaman kepercayaan dan kebudayaan suku Dayak. -red
Sumber Foto : Kompas
コメント