top of page

Golden Rice, Manfaatnya Se-Emas Namanya


KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Beras Emas adalah jenis beras baru yang mengandung beta karoten (provitamin A, pigmen tumbuhan yang diubah tubuh menjadi vitamin A sesuai kebutuhan). Pigmen inilah yang memberi warna kuning-oranye atau keemasan pada beras ini.


Beras Emas dikembangkan melalui rekayasa genetika. Meski beras biasa menghasilkan beta karoten, senyawa ini tidak ditemukan dalam bulirnya. Oleh karena itu, para ilmuwan menggunakan rekayasa genetika untuk menambahkan senyawa tersebut ke dalam bulirnya, sehingga meningkatkan nilai gizinya.


Beta karoten dalam Beras Emas, yang dihasilkan melalui penambahan dua enzim baru, identik dengan yang ditemukan dalam sayuran berdaun hijau, buah berwarna oranye, dan berbagai suplemen vitamin. Beras Emas dapat ditanam seperti beras biasa tanpa memerlukan praktik budidaya khusus, dan umumnya memiliki hasil dan kinerja agronomi yang sama.


Kekurangan vitamin A (KVA) sulit diatasi karena tantangan terkait ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan produk makanan dan suplemen. Karena beras adalah makanan pokok di banyak komunitas yang kekurangan vitamin A di Asia, Beras Emas dapat membantu meningkatkan status vitamin A di daerah-daerah tersebut setelah tersedia untuk dikonsumsi.


KVA tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia, dengan wanita dan anak-anak menjadi yang paling rentan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), KVA mempengaruhi 250 juta orang di seluruh dunia, termasuk 190 juta anak prasekolah dan 19 juta wanita hamil. KVA merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah pada anak-anak dan meningkatkan risiko penyakit serta kematian akibat infeksi berat. Setiap tahun, hingga 500.000 anak menjadi buta akibat KVA, dan setengahnya meninggal dalam waktu 12 bulan setelah kehilangan penglihatan.


Di Filipina, KVA masih menjadi masalah kesehatan masyarakat signifikan yang mempengaruhi 15,5%, atau antara 1,7 hingga 2 juta anak di bawah usia 5 tahun. Data ini berdasarkan Survei Gizi Nasional yang Diperluas tahun 2018-19 dari Departemen Sains dan Teknologi-Lembaga Penelitian Pangan dan Gizi. Di Bangladesh, data gizi terbaru menunjukkan bahwa 20% anak di bawah usia 5 tahun menderita KVA, berdasarkan Survei Status Mikronutrien Nasional 2011-2012.


Profesor Emeritus Ingo Potrykus dari Institut Teknologi Federal Swiss dan Prof. Peter Beyer dari Universitas Freiburg, Jerman, memulai penelitian Beras Emas pada tahun 1982 sebagai inisiatif Yayasan Rockefeller. Pada tahun 1992, setelah bertahun-tahun melakukan penelitian, berbagai kelompok berkumpul di New York dan memutuskan untuk melanjutkan proyek tersebut. Pada tahun 1999, mereka berhasil memasukkan beta karoten ke dalam butiran beras menggunakan rekayasa genetika dengan menambahkan gen dari bunga daffodil dan bakteri tanah umum.


Para penemu Beras Emas bermitra dengan Syngenta dan ilmuwan lain, menghasilkan versi yang lebih baik dengan menambahkan gen dari jagung dan mikroorganisme tanah yang sama. Versi baru ini mengandung beta karoten dua puluh kali lebih tinggi daripada versi pertama. Untuk membantu mengatasi KVA, mereka menyumbangkan versi baru ini ke negara-negara berkembang (termasuk Filipina, Bangladesh, dan Indonesia) melalui Golden Rice Network pada tahun 2004.


Studi terkait keamanan pangan menunjukkan bahwa protein baru dalam Beras Emas tidak beracun maupun menyebabkan alergi. Selain itu, beta karoten dalam makanan merupakan sumber vitamin A yang aman. Tubuh hanya mengubah beta karoten sesuai kebutuhan dan kelebihannya akan dibuang dengan aman. Data juga menunjukkan bahwa Beras Emas sama amannya dengan beras konvensional, dibuktikan dengan lulusnya Beras Emas dari penilaian keselamatan yang ketat oleh berbagai badan regulasi di seluruh dunia. -red

Comments


bottom of page