KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Jasa joki tugas dalam dunia pendidikan semakin marak. Mereka menawarkan jasa pengerjaan tugas untuk berbagai jenjang, mulai dari SMP, SMA, hingga perguruan tinggi termasuk jenjang sarjana, master, dan doktor.
Sebelumnya, jasa joki tugas beroperasi secara sembunyi-sembunyi, namun kini mereka berani tampil terbuka secara daring. Para penyedia jasa ini memiliki akun di berbagai media sosial dan bahkan beberapa sudah menjadi perseroan terbatas (PT).
Peminat jasa ini pun cukup banyak. Salah satu akun penyedia jasa joki di media sosial memiliki lebih dari 280.000 pengikut dan bahkan dipromosikan oleh sejumlah selebgram. Di TikTok, ada akun joki tugas dengan 30.000 pengikut yang menawarkan jasa dengan harga terjangkau.
Maraknya praktik joki tugas ini menunjukkan sisi buruk pendidikan di Indonesia. Doni Koesoema, pengamat pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, menyatakan fenomena ini mencerminkan pendidikan di Indonesia yang lebih mementingkan hasil instan daripada proses pembentukan diri.
"Motivasi belajar siswa dan mahasiswa semakin rendah. Pendidikan dianggap bukan sebagai proses pembentukan diri, tapi sekadar mendapatkan nilai. Ini bertentangan dengan tujuan pendidikan sebenarnya," kata Doni.
Menurut Doni, masalah ini muncul karena sistem pendidikan Indonesia terlalu fokus pada evaluasi pembelajaran berupa nilai tanpa pengawasan ketat dari pengajar. Akibatnya, siswa atau mahasiswa lebih berfokus mengejar nilai meski harus menggunakan cara tidak jujur seperti jasa joki.
Doni juga menyoroti kondisi sekolah dan guru yang gagal menanamkan arti penting proses belajar dan tanggung jawab kepada siswa. Ia menekankan pentingnya pengajar untuk lebih mengenal kompetensi siswa secara mendalam.
"Pemerintah perlu mengevaluasi dan memperketat pengawasan hasil evaluasi pembelajaran. Di negara-negara maju, banyak ujian menggunakan metode lisan untuk memastikan kompetensi tiap siswa," tambah Doni.
Sementara itu, Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, menyatakan pengguna jasa joki bisa dikenakan dua ancaman hukuman. Pertama, pencabutan gelar akademik sesuai UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 25 Ayat (2). Kedua, hukuman pidana hingga 2 tahun penjara dan/atau denda Rp 200 juta jika terbukti melakukan plagiat.
Kemendikbud Ristek menegaskan bahwa menggunakan jasa joki adalah bentuk plagiarisme yang dilarang oleh undang-undang. "Civitas academica dilarang menggunakan joki untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah karena melanggar etika dan hukum," tegas Kemendikbud dalam keterangan resmi.
Kemendikbud juga meminta masyarakat melaporkan praktik plagiarisme atau kecurangan akademik melalui ult.kemdikbud.go.id atau posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id. -red
Comments