
KALTENGNETWORK, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menghadapi tantangan serius akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Sekretaris Jenderal MK, Guntur Hamzah, mengungkapkan bahwa dengan anggaran yang tersedia saat ini, lembaganya hanya mampu membayar gaji pegawai hingga Mei 2025. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait kelangsungan operasional MK dalam beberapa bulan mendatang.
Guntur menjelaskan bahwa pemotongan anggaran ini merupakan bagian dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025. Inpres tersebut menginstruksikan penghematan belanja negara sebesar Rp306,69 triliun, dengan rincian pemotongan anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan pengurangan alokasi dana transfer ke daerah sebesar Rp50,59 triliun.
Akibat kebijakan ini, MK mengalami penurunan anggaran yang signifikan, sehingga alokasi untuk pembayaran gaji pegawai hanya mencukupi hingga pertengahan tahun. Guntur menyatakan bahwa pihaknya tengah berupaya mencari solusi agar operasional MK dapat terus berjalan tanpa hambatan. Salah satu langkah yang diambil adalah melakukan efisiensi internal dan mengajukan permohonan tambahan anggaran kepada pemerintah.
Menanggapi situasi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk memastikan kelancaran operasional seluruh lembaga negara, termasuk MK. Ia menyatakan bahwa meskipun ada kebijakan efisiensi anggaran, pemerintah akan mempertimbangkan kebutuhan mendesak setiap lembaga. Sri Mulyani juga menekankan bahwa gaji ke-13 dan ke-14 untuk aparatur sipil negara (ASN) tetap akan dicairkan sesuai jadwal.
Namun, kebijakan efisiensi anggaran ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegawai negeri sipil (PNS) dan lembaga negara lainnya. Beberapa instansi mulai menerapkan langkah-langkah penghematan, seperti Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang memberlakukan sistem kerja work from anywhere selama dua hari dan bekerja di kantor selama tiga hari untuk mengurangi biaya operasional.
Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa pemangkasan anggaran dapat berdampak pada program-program pemerintah dan pelayanan publik. Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE), Akhmad Akbar Susanto, mengingatkan bahwa penghematan besar-besaran berisiko mengguncang perekonomian nasional karena belanja pemerintah merupakan motor utama pertumbuhan, terutama di sektor konsumsi dan investasi.
Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah dan lembaga negara untuk mencari solusi terbaik. Efisiensi anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu operasional lembaga dan pelayanan kepada masyarakat. Transparansi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan lembaga negara menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan ini.
Ke depan, diharapkan pemerintah dapat menyeimbangkan antara kebutuhan efisiensi anggaran dan kelancaran operasional lembaga negara. Dengan demikian, pelayanan publik dapat tetap berjalan optimal dan tujuan pembangunan nasional dapat tercapai tanpa hambatan berarti. -red
Comments