top of page

Ngayau : Tradisi Budaya dari Generasi ke Generasi di Kalangan Suku Dayak



KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Suku Dayak pedalaman memiliki sejarah yang menakjubkan, namun terkadang menakutkan, terutama dalam tradisi berburu kepala atau Ngayau.


Pada masa penjajahan Inggris dan Belanda, suku ini dikenal dengan sebutan "Barbaric Borneo" atau Kalimantan biadab karena kebiasaan mereka yang kontroversial. Ngayau, yang melibatkan memenggal kepala musuh sebagai bentuk keberanian dan pembuktian diri, memang menjadi sorotan para penjajah Eropa seperti Carl Boc yang mendokumentasikan praktik ini dalam bukunya "The Headhunters of Borneo" pada tahun 1881.


Menariknya, Suku Dayak meyakini bahwa kepala musuh memiliki kekuatan supranatural yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah, seperti mengusir roh jahat atau meminta hasil panen melimpah. Tradisi ini, meskipun kontroversial, turun-temurun antarkampung di Suku Dayak, diwarnai oleh dendam dan pembuktian diri. Bagi mereka, kepala yang dihasilkan dari Ngayau bukan hanya sebagai trofi, tetapi juga sebagai simbol keberanian dan kekuatan magis.

Dilansir dari The Culture Trip, orang dayak iban akan memenggal kepala musuh saat masih hidup untuk mempertahankan semangatnya karena kepala dari jiwa yang telah mati dianggap tidak berharga bagi mereka.


Anna Durin dan kawan-kawan dalam jurnal berjudul Pengaruh Ngayau atau Headhunting dalam Penciptaan Motif-Motif Tekstil Pua Kumbu Masyarakat Iban Sarawak (2011) menyebutkan bahwa seorang pemuda Suku Dayak harus melakukan ngayau agar dapat membanggakan keluarga dengan menyandang gelar Bujang Berani. Setelah menyandang gelar tersebut, barulah ia dapat menikahi gadis pilihannya.


Meskipun tradisi berburu kepala ini telah berakhir setelah dilarang pada Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894, warisan kebudayaan ini tetap terjaga dalam beberapa rumah keluarga Suku Dayak.


Penting untuk menghormati perjalanan sejarah suku ini dan mengapresiasi bahwa banyak tradisi tersebut sudah tidak dilakukan lagi. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Suku Dayak telah mengubah pandangan mereka terhadap kehidupan dan memilih untuk tidak melanjutkan praktik yang dianggap kontroversial dan tidak manusiawi tersebut. -red



Sumber Foto : Kompas

Comments


bottom of page