top of page

Petani Minta Perhatian Pemerintah, HPP dan HET Harus Seimbang


KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah resmi menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras, serta Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 4 dan Nomor 5 tahun 2024, HPP beras naik menjadi Rp6.000 per kilogram.


Menanggapi hal ini, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, menyatakan bahwa kebijakan ini dikeluarkan pada waktu yang kurang tepat, mengingat musim panen utama telah berlalu dan akan segera memasuki musim panen kedua (gadu) dan ketiga (paceklik), di mana jumlah gabah yang dipanen biasanya lebih sedikit dan harganya lebih tinggi. Menurutnya, keputusan ini tidak efektif dalam melindungi petani.


"Produsen dan pedagang besar mungkin akan mendapatkan manfaat dari situasi ini, sementara produsen kecil mungkin terpaksa menjual gabah dengan harga rendah selama musim panen utama. Ini dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam rantai pasok pangan dan memperburuk ketimpangan ekonomi antara produsen besar dan kecil," kata Henry dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (11/6/2024).


Henry juga mencatat penurunan harga gabah di tingkat petani yang tercermin dari penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor Tanaman Pangan. Selama tahun 2024, NTP Tanaman Pangan mengalami penurunan seiring dengan musim panen raya di beberapa wilayah.


"Jika kita melihat grafik NTP Tanaman Pangan, terjadi penurunan signifikan dari Februari hingga Mei 2024. Penurunan ini juga mempengaruhi NTP nasional, yang menunjukkan tren penurunan selama tiga bulan terakhir, bertepatan dengan musim panen raya di beberapa wilayah produsen padi," ujarnya.


Oleh karena itu, Henry menekankan pentingnya kebijakan pemerintah yang mempertimbangkan dampak terhadap semua pihak dalam rantai pasok pangan, termasuk produsen kecil. Perlindungan bagi produsen kecil dapat mencakup kebijakan harga yang adil, insentif untuk meningkatkan produktivitas, dan akses pasar yang lebih baik. Dengan demikian, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang lebih seimbang dan inklusif bagi semua pemangku kepentingan di sektor pertanian.


Menurut Henry, jika kebijakan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi panen raya pada tahun 2025, harga HPP saat ini belum sesuai dengan tuntutan petani. "Harga pokok produksi gabah saja sudah Rp6.000 per kilogram. Kami menyarankan HPP sebesar Rp7.000 per kilogram. Selain itu, jarak antara HPP gabah dengan HET beras, terutama beras premium, terlalu jauh dan HET masih bisa diturunkan lagi," jelasnya.


Henry juga menunjukkan bahwa perbedaan signifikan antara HPP gabah dan HET beras mungkin mengindikasikan kurangnya keseimbangan atau koordinasi dalam kebijakan harga. Penyesuaian lebih lanjut pada HET beras mungkin diperlukan agar lebih sesuai dengan harga gabah, sehingga memastikan keadilan bagi petani dan stabilitas harga di pasar.


Berdasarkan data primer anggota SPI dari sentra produksi padi per 10 Juni 2024, harga gabah basah dan kering bervariasi di berbagai daerah, seperti Aceh Tamiang, Deliserdang, Pariaman, Bengkulu, Banyuasin, Pandeglang, Indramayu, dan Tuban.


"Perlindungan dan pemberdayaan petani belum berhasil dijalankan karena pada musim panen raya kemarin HPP tidak ditegakkan dengan banyak gabah petani yang dibeli dengan harga Rp5.000 per kilogram atau bahkan di bawahnya. Demikian pula HET, meskipun di musim panen raya, harga beras masih melampaui HET, apalagi saat panen musim gadu atau di musim paceklik nanti," kata Henry.


Meskipun demikian, SPI tetap mengapresiasi kehadiran pemerintah dalam tata niaga perberasan. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan pembaruan kebijakan harga yang lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan petani serta dinamika pasar.


"Ini mungkin perlu melibatkan dialog yang lebih luas dengan para pemangku kepentingan dalam sektor pertanian dan pangan, untuk memastikan kebijakan yang diambil mencerminkan kondisi dan aspirasi yang sebenarnya dari berbagai pihak yang terlibat," ucapnya.


"Dengan demikian, kebijakan harga dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan melindungi petani, menjaga stabilitas harga pangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif di sektor pertanian. Sebagaimana yang telah diatur dalam UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang-orang yang Bekerja di Perdesaan (UNDROP)," tutup Henry. -red



Sumber : mmc.kalteng

Commenti


bottom of page