top of page

Sulitnya Perizinan Perdagangan Di Indonesia Bagi Pelaku Usaha AS, HIPMI Beri Penjelasan


Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (26/9/2024).

KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA – Pemerintah AS secara terbuka menolak kebijakan impor Indonesia yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36 Tahun 2023.

 

Laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers, yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), menilai bahwa sistem perizinan impor Indonesia terus menjadi hambatan non-tarif yang sulit bagi bisnis Amerika Serikat.

 

Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang mewajibkan izin impor untuk sekitar 4.000 kode HS. Produk-produk ini harus memenuhi syarat administratif dan mendapatkan Persetujuan Teknis dari kementerian terkait. Ini adalah salah satu peraturan yang paling dibahas. Hasilnya, karena perizinan belum selesai, ribuan kontainer mungkin menumpuk di pelabuhan pada awal Mei 2024.

 

Reaksi dari sektor bisnis domestik dipicu oleh kritik ini. Anggawira, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), mendukung transparansi laporan USTR dan tidak menggunakannya untuk melemahkan kebijakan nasional.

 

"Laporan tahunan USTR tentu menjadi masukan penting, namun perlu dilihat dalam kerangka kepentingan nasional Indonesia." Menurutnya, Permendag 36/2023 adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menata ulang sistem impor untuk memberikan lebih banyak keuntungan kepada pelaku usaha dalam negeri, terutama usaha kecil dan menengah (UMKM) dan industri pengganti impor.

 

Dia menyatakan, "Jika Amerika Serikat merasa kebijakan ini menghambat ekspornya, itu justru indikasi bahwa kita sedang mulai berdaulat dalam kebijakan perdagangannya."

 

Anggawira menyatakan bahwa Indonesia, yang sebesar AS, juga sangat protektif terhadap sektor-sektor strategisnya, dan sudah saatnya keluar dari bayang-bayang sebagai pasar produk asing.

 

Kita tidak dapat terus menjadi pasar untuk produk asing tanpa melindungi industri domestik. Dia menyimpulkan bahwa standar ganda ini harus dihadapi dengan argumentasi yang kuat dan diplomasi yang teguh karena negara besar seperti AS sendiri sangat agresif dalam melindungi produk dan sektor strategis mereka.-red

 

Foto : CNBC INDONESIA

Comments


bottom of page