top of page

Teras Ingatkan Pembangunan Indonesia Sentris Harus Hadirkan Keadilan Sosial

Updated: Nov 2, 2022


PALANGKA RAYA– Anggota DPD RI daerah pemilihan Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengingatkan bahwa pembangunan Indonesia sentris harus menghadirkan keadilan sosial bagi masyarakat di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini disampaikan Teras saat diundang menjadi narasumber pada Seminar Nasional dengan tema pembangunan Indonesia sentris sebagai wujud konkrit keadilan sosial di Aula Palangka, Universitas Palangka Raya (UPR), Jumat (21/10/2022), yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPR.


Menurut Teras, semangat Indonesia sentris, secara naratif lebih popular di era Presiden Joko Widodo dengan masifnya pembangunan infrastruktur di berbagai daerah luar Jawa. Puncaknya adalah penetapan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang memberi ruang pembangunan luar Jawa lebih terpacu sehingga diharapkan ada pemerataan serta keadilan sosial. “Kendati demikian, semua ini tidak semudah narasi yang disampaikan. Masih perlu diuji untuk benar-benar menghadirkan keadilan sosial,” tegas Gubernur Kalteng periode 2005-2015 tersebut.

Sebagai contoh, disebutkan Teras, pembangunan IKN yang didasari pada investasi termasuk modal asing, mesti dipastikan tidak memarginalkan kelompok masyarakat lokal. Sehingga perekonomian yang dibangun dari investasi dan pembangunan di luar Jawa sungguh bukan sekadar angka pertumbuhan ekonomi semata. Lebih dari itu harus menjadi angka yang sungguh dirasakan tiap warga Negara Indonesia.

Kemudian Teras kembali ke sejarah awal kemerdekaan, dimana para pemimpin kemerdekaan termasuk Ir Soekarno menempatkan perjalanan kebangsaan dengan semangat Indonesia sentris. Wujudnya dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang berakar pada bahasa Melayu sebagai bahasa resmi.


“Bukan bahasa Jawa, meski secara populasi Indonesia yang baru merdeka didominasi oleh masyarakat Jawa,” jelasnya. Terlebih ungkap Teras, pembangunan era Soekarno banyak tantangan dengan perekonomian Negara yang baru ditata setelah merdeka. Belum lagi masih ada konfrontasi yang kerap terjadi di era Bung Karno. Di antaranya pemberontakan PRRI Permesta tahun 1949 yang terjadi karena perasaan ketimpangan pembangunan. Perasaan akan Jawa Sentris yang memicu protes dari beberapa tokoh daerah Sumatera dan Sulawesi.


“Meski begitu, Soekarno sendiri sejatinya memiliki visi Indonesia sentris. Ini terbukti dari visinya melihat Ibu Kota Negara nantinya akan dipindah dari Jakarta ke Palangka Raya. Kelak gagasannya dieksekusi Presiden Joko Widodo namun dengan arah ke Kalimantan Timur,” beber Teras.Karena itu, untuk menghadirkan keadilan sosial yang memberi kesejahteraan, Teras mengajak generasi muda mengawal perjalanan kebangsaan sebagaimana generasi muda menggerakkan kesadaran nasionalisme serta melahirkan Sumpah Pemuda yang berujung pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

“Pengawalan ini dapat dilakukan dengan memaknai Indonesia sentris sebagai upaya pembangunan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan bagi sebagian golongan saja,” tegas Teras.


Sikap pengawalan ini, tambahnya, dapat dilakukan dengan terlibat langsung dalam peran-peran kebangsaan. Dimulai dengan menggunakan prinsip 5 K yakni kritis, konstruktif, konstitusional, kebersamaan, dan kesantunan. “Ini adalah prinsip pengawalan dalam peran-peran yang nyata sebagai mahasiswa, pemuda, maupun pelaku perubahan sosial,” sebut Teras. (adn)

Comments


bottom of page