top of page

Viral Dugaan Perbuatan Tak Senonoh oleh Dokter Kandungan di Garut, Polisi Tetapkan MSF Sebagai Tersangka


Rekaman saat MSF menangani pasien viral di media sosial dan menuai kecaman publik.
Rekaman saat MSF menangani pasien viral di media sosial dan menuai kecaman publik.

KALTENG NETWORK, PALANGKA RAYA – Seorang dokter kandungan berinisial MSF di Garut, Jawa Barat, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kekerasan seksual terhadap pasien. Polisi menyebut jumlah korban kemungkinan lebih dari satu.

 

Dalam laporan yang diterima Polres Garut, seorang korban berinisial AED (24), telah melaporkan MSF atas dugaan tindakan asusila kepada pihak kepolisian.

 

Jumlah korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter kandungan berinisial MSF di Garut, Jawa Barat, diduga lebih dari satu orang. Seorang perempuan berinisial AED, berusia 24 tahun, telah melaporkan MSF atas dugaan tindakan asusila kepada pihak kepolisian.

 

Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa dalam laporannya, AED menyebut MSF secara paksa meraba bagian tubuhnya, termasuk di dalam pakaian, hingga korban melakukan perlawanan. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa perbuatan cabul tidak hanya dilakukan di rumah MSF, tetapi juga di klinik tempatnya praktik.

 

AED memberanikan diri melapor setelah video yang memperlihatkan tindakan MSF terhadap pasien beredar luas di media sosial. Video tersebut memperlihatkan MSF sedang melakukan pemeriksaan USG pada perut pasien dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya tampak menyentuh area atas perut yang diduga termasuk bagian payudara pasien.

 

Setelah video itu viral, MSF ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Garut pada Kamis (17/04). Kasus ini menyita perhatian publik dan memunculkan kesaksian dari korban lain yang mengaku mengalami tindakan serupa.

 

Salah satunya adalah perempuan berusia 28 tahun berinisial AK. Ia menyampaikan pengalamannya saat menjalani pemeriksaan kandungan oleh MSF di Klinik Karya Harsa pada 10 Juni 2024. Saat itu, AK mengeluhkan nyeri di payudara kirinya. MSF kemudian memeriksa bagian tersebut menggunakan alat USG setelah lebih dulu melakukan USG pada perutnya.

 

AK merasa pemeriksaan berlangsung tidak wajar karena terlalu lama dan MSF beberapa kali mengoleskan gel USG ke area payudaranya. Ia merasa risih, namun tetap mengikuti arahan karena percaya pada dokter. Bahkan, pemeriksaan berlanjut ke payudara sebelah kanan dengan durasi mencapai 30–45 menit.

Setelah pemeriksaan, MSF meminta nomor WhatsApp AK dan suaminya dengan alasan mengirimkan hasil USG dan foto bersama. Namun, AK mengaku kemudian mengalami pelecehan seksual secara verbal melalui pesan yang dikirim oleh MSF. Ia sempat ragu untuk membagikan pengalamannya ke publik karena takut akan respons masyarakat. Namun, setelah video viral muncul, AK akhirnya berani bersuara melalui media sosial.

 

AK berharap agar pihak berwenang segera mencabut izin praktik MSF dan menindak tegas pelaku, karena menurutnya, masih banyak korban lain yang belum berani melapor. Ia juga mengaku mengalami trauma akibat kejadian tersebut.

 

Sementara itu, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengecam keras tindakan MSF. Kemenkes menilai kasus ini telah merusak citra tenaga medis dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan. Mereka menyatakan telah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) MSF yang secara otomatis akan menggugurkan Surat Izin Praktik (SIP)-nya.

 

IDI juga menyatakan bahwa tindakan tersebut jelas melanggar etika profesi dan tidak bisa ditoleransi. Ketua Umum IDI, Slamet Budiarto, menyebut bahwa meski kasus ini sangat mencoreng profesi dokter, masyarakat tetap diminta untuk percaya bahwa mayoritas dokter di Indonesia menjalankan tugasnya secara profesional.

 

Terkait prosedur pemeriksaan USG, Slamet menegaskan bahwa setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan pasien. Pemeriksaan hanya dilakukan pada area yang dikeluhkan, dan dokter wajib menjelaskan serta meminta izin terlebih dahulu. Kehadiran pendamping atau tenaga medis lain juga disarankan untuk menghindari penyalahgunaan. Penggunaan CCTV di ruang pemeriksaan pun harus disertai persetujuan dari pasien dan dokter, karena menyangkut privasi.

 

Hingga kini, penyelidikan terus berlanjut. Pihak kepolisian telah mengantongi identitas pasien dalam video yang viral, meski korban masih berdiskusi dengan keluarga sebelum membuat laporan resmi. -red

 

Foto :Rekaman CCTV

Comments


bottom of page